Santunan Yatim RT.02/16

Kp. Stangkle Depok — “Aku dan pemelihara anak yatim, akan berada di surga kelak,” sabda Nabi Muhammad SAW, sambil mengisyaratkan dan mensejajarkan kedua jari tengah dan telunjuknya dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari. Dari hadis tersebut, Nabi Muhammad SAW, memiliki perhatian yang sangat besar kepada yatim piatu. Continue reading

GELAP

67558921_1318783134962483_8215738057417031680_n
Dua hari kemarin padam lampu di sebagian daerah. Orang-orang merasakan gelap yang cukup lama. Bermacam-macam reaksi muncul. Dari rakyat sampai penguasa. Bahkan Presiden Jokowi pun sampai datang ke kantor PLN. Meminta penjelasan dan menuntut penyelesaian masalah secepatnya. Memang padam lampu ini menimbulkan banyak kendala, sehingga harus segera diperbaiki.

Continue reading

Anak Kecil di Dalam Masjid : Perspektif Adab

mosque

Photo by Manprit Kalsi on Pexels.com

Sering lihat anak kecil di masjid? Shalat, ikut pengajian, dan sebagainya? Kalau sering, berarti anda sama dengan saya. Pernah melihat anak kecil yang anteng di masjid? Kalau pernah, alhamdulillah, saya pun pernah menemukannya. Pernah mendapati anak kecil yang sangat aktif, bahkan tidak tertib di masjid? Kalau pernah, berarti kita senasib.

Lalu, bagaimana menyikapi masalah ini? Sependek pengetahuan saya, ada khilafiyah dalam menyikapi masalah kehadiran anak di dalam masjid. Baik di kalangan ulama, apalagi di kalangan awam. Sebagian membolehkan dengan alasan agar anak kenal dan cinta masjid sejak usia dini. Sebagian lagi sepertinya keberatan, alasannya karena seringkali ditemukan anak-anak tidak tertib di dalam masjid. Sehingga ibadah shalat, pengajian jadi terganggu.

Nah, melalui tulisan ini, saya mau berbagi pandangan saja. Saya tidak akan banyak membahas dari sisi fiqh, apalagi sampai menyertakan kitab-kitab yang membahasnya, karena saya bukan ahlinya. Juga tidak akan banyak mengutip Hadits, karena saya bukan ahli Hadits, hanya ahli Hadats. Pandangan saya kali ini lebih dari sisi adab sebagaimana yang pernah saya pelajari.

Dalam makna yang singkat, menurut Prof al-Attas, Adab adalah right action, atau tindakan yang benar. Di balik tindakan yang benar itu tentu ada ilmu yang disiapkan. Jadi, bisa disimpulkan, Adab itu adalah perpaduan antara ilmu dan amal yang benar. Adab itu sangat luas maknanya dan juga aplikasinya. Bukan sekedar sopan santun sesama manusia, tapi juga mencakup adab kepada Tuhan, Nabi, alam, ilmu dan sebagainya. Termasuk di dalamnya adab terhadap masjid. Bagaimana adab masuk masjid, adab di dalam masjid, adab ibadah di masjid, adab keluar masjid dan sebagainya.

Pertanyaannya, apakah anak yang dibawa ke masjid itu sudah paham adab terhadap masjid? Apakah anak itu sudah bisa membedakan antara masjid dan lapangan sepakbola? Apakah anak itu sudah bisa menjaga kesucian masjid dari najis? Lalu apakah sudah bisa shalat dengan benar, bacaan dan gerakannya? Kalau anak itu sudah memahami dengan baik, in syaaAllah bisa dilatih untuk diajak ke masjid. Mudah-mudahan akan semakin cinta ke masjid. Sebaliknya, kalau belum paham bagaimana? Kalau begitu, harus dididik dulu di rumah agar paham dengan baik. Karena pendidikan yang pertama itu bukan di masjid, tapi di rumah. Kalau di rumah sudah baik, in syaaAllah di masjid bisa lebih baik. Kalau di rumah masih belum disiplin, besar kemungkinan di dalam masjid akan lebih berantakan.

Berikutnya, yang pertama wajib ditanamkan kepada anak itu adalah Tauhid dan adab. Sedangkan shalat baru mulai diperintahkan di usia tujuh tahun. Artinya, sebelum usia anak tujuh tahun, belum ada kewajiban shalat, apalagi ke masjid. Tujuh tahun pertama itulah yang harus dimanfaatkan orangtua untuk menanamkan Tauhid dan adab kepada anaknya. Agar ketika ada panggilan ibadah shalat, anak sudah siap menyambutnya dengan penuh keyakinan dan adab. Lalu ketika diajak ke masjid dia sudah paham apa yang harus dilakukan. Sehingga mengajak anak ke masjid akan terlihat manfaatnya. Penting untuk diingat, bahwa anak belajar Tauhid dan adab adalah fardhu ‘ain. Sedangkan shalat berjamaah, untuk orang dewasa saja fardhu kifayah, apalagi untuk anak-anak. Jadi, mendahulukan yang fardhu’ ain daripada yang fardhu kifayah adalah urutan yang tepat.

Mungkin ada yang berkata “Bukankah bagus mengenalkan anak dengan masjid sejak dini?” Saya sepakat dengan pernyataan ini, tapi ada syaratnya. Pertama, orangtua yakin bahwa anaknya bisa menjaga kesucian dirinya dan kesucian masjid selama ada di sana. Jadi, lantainya, karpetnya, temboknya, dan sebagainya, jangan sampai terkena kotoran apalagi najis oleh anaknya. Kedua, orangtuanya bisa memastikan si anak sudah siap untuk ibadah di masjid. Artinya, sampai di masjid nanti, anak itu hanya untuk ibadah, bukan bermain, lari-larian, apalagi menangis keras di sekitar orang yang ibadah.

Pemandangan yang kadang terlihat, ketika anak menangis, ada ayah yang langsung menggendong si anak. Pertanyaan berikutnya, apakah anaknya itu dalam keadaan suci, badan dan pakaiannya? Anak sekarang banyak yang memakai popok seperti Pampers dan sejenisnya. Lalu, apakah si ayah yakin anaknya belum kencing ketika digendong? Ini perlu menjadi pertimbangan juga.

Bagaimana kalau anak jadi menangis jika tidak diajak ke masjid? Kalau saya pribadi, lebih baik dia menangis di rumah daripada di masjid. Kalau menangis di rumah yang mungkin terganggu hanya keluarga di rumah. Tapi kalau menangis di masjid, yang akan terganggu adalah orang satu masjid yang sedang ibadah. Kondisi ini tentu mempengaruhi kekhusyu’an ibadah yang sedang dijalani. Mungkin ada orang yang imannya kuat, sehingga tetap bisa khusyu’ meski ada anak yang lari-larian dan menangis. Tapi jujur saja, saya bukan termasuk orang yang kuat seperti itu. Dalam keadaan tenang pun kadang belum bisa sampai tingkat khusyu’ yang sempurna, apalagi dalam keadaan ribut.

Walhasil, supaya tidak panjang lebar, saya coba simpulkan pandangan saya. Jadi, masalah boleh atau tidaknya anak dibawa shalat ke masjid tergantung kesiapan si anak sendiri. Tentu ini tidak bisa dipisahkan dengan ikhtiyar didikan orangtua di rumah. Ketika anak dibawa ke masjid memang akan membawa kemaslahatan (kebaikan) untuk dirinya, tapi jika kemudian akan menimbulkan mafsadah (kerusakan) yang lebih besar, maka perlu ditinjau kembali. Bukankah kata ulama “dar’ul mafaasid muqaddam ‘ala jalbil mashaalih” (mencegah kerusakan harus didahulukan daripada mendatangkan kebaikan)?

Terakhir, tulisan saya ini bukan wahyu, atau Hadits. Para pembaca boleh sepakat atau tidak. Juga bukan fatwa ulama, karena saya memang bukan ulama. Jadi dibawa santai saja menyikapinya. Kalau mau serius juga boleh sih. Semoga bisa memperkaya pandangan yang selama ini ada. Dan kalaupun kita berbeda pandangan, in syaaAllah kita tetap bersaudara. Betul apa betul?

Ditulis di sela-sela perjalanan Safari Da’wah di Balikpapan, 28 Maret 2019.

Pengasuh Ponpes at-Taqwa Depok
Muhammad Ardiansyah

Nasihat Syaikh Tentang Tajwid Al Qur’an

people sitting on chair reading books

Photo by Pok Rie on Pexels.com

Segala puji hanya bagi Allaa dan bersyukur kepada-Nya, bahwa pada Sabtu malam, Pada Bulan Januari lalu, kami dapat mengambil begitu banyak faidah dan pelajaran dari majlis talaqqi Syaikh Abdul Karim hafizhahullaahu Ta’aala di Masjid Ash-Shidiq, Bandung.

Walaupun singkat, beliau begitu banyak memberikan nasihat di sela-sela talaqqi dan tahsin tersebut. Di antara faidah dari nasihat Syaikh adalah:

Continue reading